Penjara!!!
Setiap kali mendengar kata penjara hal yang muncul dalam pikiran saya adalah
menakutkan, gelap, berbahaya, penuh dengan orang-orang jahat bertato, berbadan
besar dan lain-lain. Pikiran-pikiran ini, saya dapatkan dari film-film
Hollywood yang sering saya tonton. Hehe… tapi sebenarnya…penjara yang pertama
kali saya kunjungi dalam hidup saya, which is Lapas (lembaga pemasyarakatan)
kedung pane, Semarang Jawa Tengah tidak seseram yang saya bayangkan sebelumnya.
Saya
bahkan terkejut dengan kecanggihan teknologi yang di miliki lapas ini ketika
pertama kali masuk ruangan kunjungan untuk melapor diri. Bisa dibilang
alat-alat yang dipakai sudah cukup canggih dan modern. Buktinya untuk mengambil
nomor antrian, saya hanya memencet tombol hijau di sebuah alat yang seperti biasanya di pakai di parkiran mall-mall atau gedung-gedung perkantoran dan kemudian
akan keluar dengan sendirinya kertas yang sudah ada nomer antrian nya. Disamping
itu, setelah pelaporan semuanya selesai saya dan pengunjung lainnya harus
berfoto dan meninggalkan kartu identitas.
Ketika
masuk kedalam lingkungan lapas, saya tidak merasakan adanya perubahan
atmosphere yang seperti saya bayangkan sebelumnya, situasinya biasa saja, tidak
menyeramkan dan tidak gelap. Kebetulan waktu kunjungan saya bertepatan dengan
jadwal kunjungan jadi ada banyak tahanan yang duduk-duduk di luar bersama para
keluarga, sahabat, ataupun orang-orang seperti saya yang ingin tahu seperti apa
kehidupan di dalam penjara.
Kebetulan
napi-napi yang ingin saya kunjungi adalah mereka yang terlibat dalam kasus
khusus “Terrorisme”. Saya hanya ingin tahu seperti apa sih napi-napi teroris,
apakah mereka begitu menyeramkan seperti yang selama ini saya pikirkan, atau
bagaimanakah? Rasa penasaran saya terjawab sudah, ternyata mereka tak
semenyeramkan yang saya pikirkan sebelumnya. Namun, lagi-lagi semua orang
memilik standard tersendiri tentang seberapa seram dan tidaknya sesuatu hehe…
Pada
awalnya, temen yang membawa saya agak khawatir saya tidak bisa bertemu dengan
mereka, karena saya perempuan dan kebetulan lagi saya tidak memakai jilbab
besar. Tapi, saya nekad saja.. karena niat saya hanya ingin tahu seperti apa
mereka yang sebenarnya? Tidak ada niatan yang lainnya. Menariknya ketika sampai
di dalam, saya di terima dengan baik oleh beberapa napi kasus teroris. Saya
diajak ngobrol baik-baik tanpa ada judgment dengan cara saya berpakaian. Bahkan
hal menarik lainnya adalah, pandangan salah seorang napi kasus bom Bali I
tentang perempuan. Sebelumnya, saya berpikir orang-orang seperti beliau
memiliki pandangan yang konservatif tentang perempuan dan setuju dengan ide-ide
yang bisa dibilang merugikan perempuan seperti poligami, pengekangan perempuan
setelah menikah dll. Namun ternyata, menurut beliau hal-hal tersebut merupakan
suatu bentuk pembohongan terhadap perempuan dalam bingkai agama. Menurut
beliau, poligami hanyalah bisa dilakukan ketika keadilan bisa diberikan dan
itupun sangat berat.
Sesekali
sambil bercerita dengan napi-napi teroris tersebut, saya juga memperhatikan
napi-napi lain yang sedang di kunjungi oleh keluarga mereka. Ada sepasang suami
istri yang melepas rindu, ada anak dan ayah yang bisa kembali bermain bersama
dan juga kerabat yang hanya ingin membesuk. Saat itu juga saya merenungi nasib
saya, saya begitu beruntung memiliki kesempatan untuk bisa bebas kemanapun yang
saya ingin kan tanpa ada tembok besar dan jeruji besi yang menghambat.