Sunday 29 January 2012

Istanbul dan Ambon..

Istanbul adalah salah satu kota tercantik yang pernah saya lihat dalam hidup saya. Entah mengapa pertama kali sampai di kota yang terletak diantara benua Eropa dan Asia ini membuat saya merasakan kenyamanan yang berbeda dengan kota-kota lain di dunia yang pernah saya kunjungi. Setelah saya telusuri ternyata kota ini tidak jauh berbeda dengan kampung halaman saya Ambon Maluku, mungkin inilah yang menyebabkan saya begitu menikmati perjalanan saya selama di Istanbul :) 


Jika Istanbul terkenal dengan selat Boshporus yang memisahkan Istanbul Eropa dan Asia, Ambon memiliki teluk yang memisakan  kota Ambon dan Poka Rumah Tiga. Mungkin saya terkesan berlebihan, tapi inilah yang saya rasakan, jika saja pemerintah daerah kota Ambon bisa menata kota yang dulunya terkenal dengan sebutan 'Ambon Manise' ini dengan lebih baik paska konflik 1999, mungkin kecantikan Ambon bisa menandingi kecantikan Istanbul. Bahasa saya ini memang sangat hiperbola tapi beginilah saya anak kampung yang bermimpi tinggi, saya sadar banyak masalah yang harus diselesaikan oleh pemerintah daerah Maluku tapi permasalah tata kota juga penting buat saya dalam proses penyelesaian konflik. Tapi sudahlah, seandainya tidak ada masalah yang lain dan pemerintah daerah bisa menata Ambon secara khusus dan Maluku secara general tentunya akan ada banyak turis yang datang untuk mengunjungi kota yang terletak di timur Indonesia ini. Dengan begitu perekonomian masyarakat pun akan berputar dan pariwisata bisa dijadikan salah satu PAD (pemasukan asli daerah) provinsi Maluku. :)  



Kembali ke perbandingan Istanbul dan Ambon, ada beberapa hal yang menyebabkan saya mengatakan demikian, pertama Istanbul secara geografis memiliki wilayah yang kurang lebih mirip dengan Ambon dimana bukit-bukit pemukiman warga bercampur aduk dengan pemandangan laut biru yang indah. Kedua, secara historis kedua kota memilik keunikan sejarah yang tidak bisa dilupakan begitu saja oleh umat manusia. Sepengetahuan saya selama menjadi turis di Istanbul, kota ini dulu pernah di taklukan oleh Sultan Ahmed yang kemudian membuat Islam berjaya di Eropa, sedangkan Ambon memiliki sejarah yang berbeda dimana kehidupan toleransi antar umat beragama begitu di junjung tinggi dengan budaya Pela dan Gandong nya (meskipun budaya ini sempat di rusak oleh konflik dengan isu SARA selama beberapa tahun yang menyebabkan retaknya kepercayaan dalam kehidupan beragama di Maluku sekarang). Namun sebagai pemimpi saya tetap yakin budaya ini  tetap berakar didalam diri setiap generasi Maluku dan akan terus menguat jika ada kesadaran dalam diri kita untuk memperkuatnya. 


Kesamaan lainnya adalah masyarakat yang ramah dan suka menolong, selama di Istanbul saya tidak pernah memiliki pengalaman buruk dengan orang-orang disana, karena saya selalu di perlakukan dengan baik dan ramah. Setiap kali saya menayakan petunjuk jalan, mereka akan menjawab dan menjelaskan dengan ramah bahkan saya sampai diantarkan ketempat yang saya maksud. Pernah, ketika saya sedang asyik mengambil foto di sekitar Blue Mosque dan Haqia Sopiah (kawasan turis Istanbul) ada seorang pemuda yang menawarkan diri untuk menemani saya jalan-jalan dan menunjukan tempat-tempat wisata, dengan halus saya menolak karena saya takut saya akan di rampok atau diperlakukan secara tidak baik. Ternyata saya salah besar, sikap seperti itu adalah trik berdagang para pedagang karpet di Istanbul. Anak muda ini terus menyakinkan saya kalau dia bukanlah seorang tour guide dan hanya anak muda biasa yang ingin belajar bahasa Inggris dan juga memiliki pekerjaan sambilan di sebuah toko dekat dengan tempat-tempat bersejarah yang ada di sekitaran jalan Sultan Ahmed, saya pun diajaknya untuk minum teh di tokonya karena itu merupakan budaya masyarakat Turki, mereka percaya satu gelas teh yang diberikan kepada orang asing bisa menjaga tali persahabatan selama 40 tahun. Saya terus menolak sampai akhirnya saya merasa tak enak dan akhirnya menerima ajakan nya, akhirnya saya dibawa ke sebuah toko karpet yang cantik dan nyaman dengan suguhan karpet-karpet persia di display toko. Sesampainya saya di dalam toko, saya diperkenalkan dengan pemilik toko yang kemudian melayani saya. hehehe 

Banyak hal lucu yang terjadi ketika saya ditangani oleh pemilik toko, seperti ekspresi kecurigaan di muka saya yang bisa ditebak dengan jelas oleh si pemilik toko dll. Saat itu, saya pikir saya akan diculik haha.. sampai akhirnya saya sadar kalau ternyata itu adalah trik berdagang orang Turki. Saya terus tertawa kecil di dalam hati, karena saya menduga pasti si pemilik toko menyesal karena anak buahnya salah membawa orang, karena saya tidak terlihat seperti turis yang berduit haha...Akhirnya pemilik toko ini menceritakan semua sejarah karpet persia dan proses pembuaatan nya dan menyugguhkan teh. Dalam perbincangan kami si pemilik toko selalu berkata "jangan salah sangka, saya tidak mengundang kamu kesini untuk membeli karpet saya, saya hanya ingin memperkenalkan budaya Turki kepada anda". Saya tetap tersenyum-senyum mendengar ceritanya si penjual, sampai akhirnya kartu si pemilik toko sudah terpakai semua dan menyerah dengan menawarkan saya sajadah dan sarung bantal persia karena dia percaya saya tidak mungkin membeli karpetnya haha... 



















Orang Maluku pun tak kalah ramah dengan orang Turki, mereka selalu meyambut tamu dengan baik dan ramah. Meskipun kebanyakan orang Maluku berkulit hitam dan bersuara keras tapi hati mereka begitu lembut dan penyanyang. Filosofi yang bisa dipakai untuk menggambarkan orang Maluku adalah filosofi pohon Sagu (makanan khas orang Maluku) yang dari luarnya terlihat begitu kokoh dan keras tetapi ketika dibelah memiliki isi yang putih lembut dan bersih. Beginilah kira-kira orang Maluku berhati lembut dan penyanyang. 


Semoga setelah ini, orang-orang tidak hanya ingin mengunjungi Istanbul dan kota-kota cantik lainnya di dunia, tapi mereka pun memasukkan nama Kota Ambon sebagai salah satu tempat tujuan wisata idaman. 




Nabilla 

Thursday 5 January 2012

Kasbi goreng dan nona Ambon di Inggris

Ini adalah kali pertama saya menulis blog, atas dorongan teman-teman bloger Ambon akhirnya saya memberanikan diri untuk mulai menulis. Karena ini adalah kali pertama saya menulis jadi tidak perlu menulis yang serius-serius lah. hehehe


Tulisan saya yang pertama ini saya dedikasikan untuk makanan favorite saya, yaitu kasbi a.k.a singkong goreng. Kerinduaan saya kepada kasbi selama 4 bulan terakhir saya di Inggris benar-benar tak bisa dibendung lagi, bahkan rasa rindu ini, melebihi rindu saya kepada pacar (maaf pacar) hahaha... Akhirnya, di suatu sore yang mendung dan dingin dan juga sepi, ketika semua teman-teman sekelas saya sedang berlibur di negara-negara cantik di Eropa untuk merayakan natal dan tahun baru, dan saya yang kesepian  dan kedinginan di negeri penjajah ini memutuskan untuk berbelanja saja. Saya pikir belanja makanan dan masak dan makan bisa membuat saya sedikit bahagia :)... Keputusan saya untuk berbelanja ternyata tidak salah, karena ketika saya mampir ke salah satu toko yang menjual bahan-bahan makanan dari Asia disini, saya menemukan apa yang saya rindu-rindu kan!!! Kasbi.

Kasbi mentah berwarna coklat gelap, yang sedikit terlihat kaku karena kedinginan dari India ini benar-benar menarik perhatiaan saya. Ada rasa deg-degan dalam hati, ketika saya melihat kasbi lagi setelah 4 bulan (rasanya seperti bertemu pacar setelah lama tak jumpa) hihihi....walopun saat itu kantong saya agak sedikit tipis dan harga kasbinya lebih mahal daripada harga 12 sosis ayam mentah, saya memutuskan untuk tetap membeli. Saya tidak peduli jika saya tidak makan ayam, yang penting saya bisa makan kasbi. Horeeee

Sesampainya dirumah, saya begitu excited dan tak sabar ingin segera mengelolah kasbi mentah yang kaku itu menjadi kasbi goreng yang delicious (kata org inggris) :D namun sayanya karena, saya juga masih di kejar deadline essays yang bertumpuk-tumpuk, saya memutuskan untuk menggoreng kasbi tersebut di kemudian harinya saja. 

Tepat tanggal 31 desember 2011, disaat orang-orang sedang bersama keluarga berlibur dan bersenang-senang untuk merayakan taon baru, saya terdiam kaku dalam dingin di kamar kosan saya yang sempit ingin menangis karena kesepian dan sedikit stress karena tugas-tugas yang belom selesai. Namun rasa sedih ini tak berlangsung lama ketika saya teringat kalau saya kemaren membeli kasbi mentah. Saya pun turun ke dapur, dan dengan semangat nya memulai mengupas dan memotong kasbi tersebut untuk siap-siap di goreng. Sayangnya kasbi disini keras sekali ketika di potong, benar-benar berbeda dengan kasbi yang ada di Ambon, hampir-hampir pisau nya patah tapi kerasnya kasbi bukan hambatan bagi saya untuk terus mencoba. akhirnya saya berhasil mengupas dan memotong kasbi tsb untuk siap-siap direbus dengan air garam sebelum akhirnya di goreng. :) 

Setelah direbus, kasbinya terlihat seperti kasbi yang biasa di jual oleh mama2 di pantai liang (sebutuan untuk ibu-ibu yang jualan singkong goreng di tempat wisata pantai liang Ambon) hihihi...dan ternyata setelah dirasakan, benar-benar tak ada beda nya dan bisa dijamin buatan saya jauh lebih enak :D hehehe..... akhirnya kasbi tersebut saya goreng dan hasilnya seperti ini : 

Rasanya tidak kalah denga kasbi yang biasa di goreng di rumah,,ahahahha..dan akhirnya saya merayakan tahun baru saya yang sepi dan dingin dengan kasbi goreng sambil mengerjakan essays :). 

Inti dari cerita saya ini adalah, hal-hal kecil yang kadang tidak kita sadari bisa juga membuat kita bahagia dan dekat dengan orang-orang yang kita sayang (walopun tidak secara fisik) setelah makan kasbi goreng buatan saya ini, rasa rindu kepada orang tua dan sanak sodara di Indonesia sedikit terobati lah :)




ila 

Berkaraya dalam sepi