Tuesday 10 April 2012

Young Muslim and Radical Islam in the West Part II

Topik yang paling menarik selain Liberal Peace yang pernah saya tulis selama ini adalah tentang gerakan radikal Islam di Barat. Seperti yang sudah saya utarakan sebelumnya di tulisan pertama saya, alasan saya menulis tentang topik ini disini hanyalah untuk mempermudah saya menulis tulisan akademik yang memusingkan dan just for your information saya juga masih mahasiswa yang masih belajar jadi kalau masih banyak kekurangan dalam tulisan saya, harap dimaklumi...

Okeh, pertama mungkin saya akan langsung saja ke poin-poin saya di tulisan yang kedua ini. Sebelumnya di tulisan yang pertama, saya sudah menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan gerakan radikal, perdebatan dan juga tujuan gerakan ini. Kali ini saya ingin fokus ke dua negara yaitu Inggris dan Belanda dimana gerakan radikal Islam tumbuh subur berkembang dan melibatkan orang-orang muda.



Kalau ada yang bertanya kenapa harus kedua negara ini dan kenapa harus dilibatkan dengan orang muda? jawabannya adalah karena pertanyaan essay saya kali ini sebagai berikut "apakah proses radikalisme di Barat hanya menargetkan pemuda (laki-laki) Islam?" Hal ini disebabkan oleh fakta baru melalui penelitiannya Marat Shterin yang mengatakan bahwa kelompok baru dalam Islam (new Islamic groups) yang berkiblat kepada radikalisme menargetkan pemuda, khususnya laki-laki. Peratanyaan selanjutnya yang mucul dari fakta ini adalah "bagaimana dengan pemudi (perempuan)? Apakah perempuan juga terlibat dalam proses radikalisme di Barat? Kalau iya, apa saja peran dan tugas mereka dalam pergerakaan? Dan apa yang memotivasi mereka (perempuan) untuk ikut terlibat dalam gerakan radikalisme di Barat? Kenapa Inggris dan Belanda? Karena di dua negara ini dinamika gerakan radikal Islam bisa dibilang cukup signifikan, dan untuk penjelasan lebih lanjutnya kenapa bisa dibilang cukup signifikan akan saya jelaskan selanjutnya di paragraf-paragraf berikutnya :) 


Inggris 

Jumlah penduduk Muslim di Inggris berkisar antara 1.6 - 1.8 juta jiwa yang mayoritasnya berasal dari Asia Selatan, sekitar 50 % lahir di UK dan 50 % lainnya dibawah umur 25 tahun dan 33% dari 50% ini berumur 16 tahun. Ada 4 mayoritas sekte tradisional Islam di UK yaitu: "Barelwi Tradition, Deobandis, the Jamaati-Islami, dan Ahl-e hadith Mosque Network". Ke-empat sekte tradisional ini di impor ke UK oleh imigran asal Asian Selatan pada tahun 60-an dan 70an (Hamid, 2009).

Di Inggris ada dua sekte yang disebut radikal yaitu Salafi dan Hizb-ut Tahrir (di Indonesia kedua gerakan ini juga cukup dikenal luas oleh masyarakat). Pada awalnya, gerakan Salafi berkembang dari mesjid ke mesjid. Beberapa mesjid yang mendukung perkembangan gerakan Salafi di Inggris adalah "the Green Lane Mosque, the Salafi Institute Birmingham, Masjid Ibn Taymiyyah Brixton London dan the Islamic Center Luton (Hamid, 2009). Sementara organisasi yang berperan penting dalam menyebarluaskan paham Salafism di Inggris adalah JIMAS (the Jamiyyah Ihya' Mnhaj as Sunnah).

Sekitar awal tahun 90-an, terjadi konflik antara gerakan Salafi dan Muslim lain yang memiliki perbedaan pemahaman tentang Islam di Inggris. Gerakan Salafi merasa keberatan dengan adanya percampuran antara budaya dan agama. Mengingat tujuan berdirinya gerakan ini adalah untuk mengembalikan umat Islam kepada Islam yang sebenarnya yang tidak tercampur dengan budaya-budaya nenek moyang dan hal-hal yang berbau Bid'ah (Inovasi = hal yang tidak ada/ tidak diajarkan sebelumnya dijaman Rasulullah Saw). Sekte Islam yang paling di tentang oleh Salafi dalam konflik ini adalah "Barelwi Islam"(Islam versi British Muslims yang berasal dari Asia Selatan (Pakistan, India, Bangladesh)). 

Inggris memang adalah salah satu negara yang memiliki banyak imigran dari Asia Selatan khususnya Pakistan, India dan Bangladesh, hal ini di sebabakn oleh pengaruh kolonialisme dimana selama bertahun-tahun bangsa Inggris menjajah masyarakat di negara-negara tersebut diatas. Nah, sekarang sudah saatnya mereka berbalik menjajah Inggris hehehe... Mungkin saya terkesan bercanda tapi sesungguhnya memang demikian. Pertama kali saya datang ke Inggris pikir saya negara ini seperti negara-negara Eropa lainnya yang penuh dengan orang berkulit putih, angkuh dan sombong. Namun saya salah besar. Apalagi kalau nanti kalian bisa berkunjung ke kota dimana saya tinggal, Bradford. Disini hampir 90 % penduduknya adalah British-Pakistan (maksudnya orang berkewarganegaraan Inggris tapi keturunan Pakistan). Ketika berkunjung di Kota ini mungkin masih ada jejak-jejak orang Inggris yang tertinggal dari bebebrapa banguan tua dan udara nya heheh... tapi ketika dilihat lebih spesifik lagi yang akan kalian temukan adalah orang-orang turunan Pakistan-India-Bangladesh berlalu lalang dijalanan, begitu juga dengan toko-toko pakaian nya, dan juga restoran-restoran nya. Sepanjang jalan banyak sekali toko-toko yang display nya di isi dengan pakian-pakaian khas India seperti Sari dan Kurta. Begitu juga dengan restoran-restoran yang menawarkan menu-menu makanan Asia Selatan seperti Kari, Nasi Biryani, dan saudara-saudaranya yang susah untuk di hafal. Inggris memang sangat unik. Karena dijajah oleh imigran dari Asia Selatan, kebanyakan penduduk Asli Inggris yang dulu tinggal di kota Brafdford sekarang memilih pindah ke daerah-daerah pedesaan karena tidak ingin bercampur. 


Gerakan Salafi mulai tersebar luas dikalangan pemuda Islam Inggris (keturuanan kedua imigran Asia Selatan) pada awal tahun 90-an. Para pengikut gerakan ini percaya kalau sekte ini adalah sekete yang akan mengantarkan mereka kepada Islam yang seberanya (pure Islam). Pada saat itu, istilah Salafism dan Whabbism sering digunakan secara bergantian untuk mengidentifikasikan gerakan ini. Meskipun pada kenyataan nya kedua sekte ini sangat berbeda (Hamid, 2009). Menurut Yahya Birt, gerakan Salafi di Inggris lebih tepat di sebut sebagai gerakan Wahabbism karena mereka lebih condong kepada ajaran-ajaran yang diajarkan oleh Muhammad Abd Al Wahab. Namun, para pengikut Salafi di Inggris memprotes keras tuduhan ini, dan mengklaim diri sebagai "The Salaf al-Salih" yaitu orang-orang yang ada di jalan yang benar yang mengikuti ketiga generasi awal Muslim yang masih sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw. Menariknya sekarang gerakan Salafi di Inggris enggan untuk menyebut diri mereka Salafi, karena efek negatif yang melekat pada gerakan ini dan juga dampak dari situasi sekarang paska 9/11. 

Pemuda Muslim British yang sedang mencari jati diri dan ilmu agama yang sebenarnya menemukan pencariannya dalam ajaran-ajaran Salafi tentang Islam. Selama ini pemuda Muslim British mengalami konflik pencarian tentang Islam yang benar, banyak diantara mereka yang tidak mendapatkan apa yang ingin mereka pelajari dari lingkuangan keluarga. Masalah yang dihadapi oleh mereka cukup kompleks, banyak orang yang berpikir kalau masalah generasi muda (second generation) British Muslim adalah clash civilization antara budaya Asia Selatan dan Barat. Padahal sebenarnya adalah konflik antara mereka dengan generasi tua (Prospect Magazine, 2009).

Orang tua para pemuda ini adalah imigran-imigran generasi pertama yang masih memegang teguh budaya nenek moyang dan Islam yang mereka bawah dari Pakistan, India ataupun Bangladesh, sedangkan anak-anak mereka mengalami kebingungan jati diri yang bisa dibilang cukup signifikan. Di rumah anak-anak ini diajarkan untuk tetap bisa berbahasa urdu ataupun hindi dan tetap diajarkan budaya-budaya yang dibawah dari Asia Selatan, sementara di sekolah mereka harus berbahasa Inggris dan mengerti budaya Barat yang tidak Islami seperti ulang tahun, Christmas, Easter, Valentine dll. Disamping itu, anak-anak ini juga diwajibkan untuk tetap memakai busana traditional mereka yaitu sari untuk perempuan dan kurta untuk laki-laki, sementara anak-anak asli Inggris memiliki gaya berpakaian yang sangat berbeda.

Hal ini terkadang memebuat mereka menjadi bahan ejekan, terkadang dibilang kampungan dan terlihat aneh dengan pakaian tradisionalnya. Saya pernah menonton salah satu program yang dibuat oleh BBC dengan judul "Make Bradford British" dalam acara ini ada beberapa orang kulit putih yang di interview tentang alasan mereka tidak menyukai orang-orang yang berasal dari Asia Selatan dan salah satu nya adalah masalah perbedaan cara berpakaian dan gaya hidup. Sungguh ironis memang jika ada orang yang tidak menyukai kita hanya karena kita memiliki cara berpakaian dan pola kehidupan yang berbeda. Namun inilah yang terjadi di Inggris.  

Ketika anak-anak ini selesai bersekolah di sekolah Inggris, pada sore harinya mereka harus pergi ke Mesjid untuk belajar agama, namun sayangnya imam yang berkewajiban mengajarkan pendidikan agama kepada anak-anak ini adalah imam-iman yang tidak pernah memiliki pengalaman hidup di Inggris selama bertahun-tahun seperti anak-anak ini. Kebanyakaan mereka di impor langsung dari Pakistan dan kebanyakaan sudah cukup tua. Buruk nya lagi, iman-iman ini sama sekali tidak mengerti bahasa Inggris sehingga pada akhirnya ada samudra yang memisahkan antara generasi tua dan generasi muda. Generasi muda menjadi malas untuk belajar Islam yang di ajarkan oleh para imam di mesjid dan kecewa karena tidak ada orang yang bisa di andalkan oleh mereka dalam menghadapi masalah-masalah mereka sebagai pemuda.

Bosan, capek dan putus asa dengan Islam yang bercampur dengan kultur nenek moyang, para pemuda ini beralih kepada Islam yang di tawarkan oleh Salafism. Bagi mereka paham Salafism sudah melepaskan Islam dari budaya yang selama ini dianggap sebagai bagian dari Islam. Paham Salafi tentang Islam dinilai lebih konkrit, intelektual, memiliki bukti-bukti yang jelas dan tidak hanya semata-mata berdasarkan cerita-cerita rakyat.

Mengadopsi paham Salafi sejak muda sebagai identitas diri merupakan suatu proses konstruksi pemahamaan keagamaan kepada proses pemahamaan yang lebih luas lagi. Namun, karena kurangnya referesi akademik tentang hubungan antara Muslim dan non-Muslim dan permasalahan kompromi dengan budaya barat, pesan yang disampaikan oleh kelompok lain selain Salafi dinilai kurang begitu menyakinkan.

Tahun 90-an adalah waktu dimana Islam mulai bangkit dan aktif, dan pada masa ini juga identitas politik Islam mulai menguat di Barat. Saat itu, anggota dari gerakan Salafi menyipakan jaringan yang cukup kuat untuk para pengikutnya terutama generasi muda untuk membentuk identitas kelompok. Hal ini juga digunakan sebagai pelarian dari diskriminasi rasial yang mereka terima selama ini. Disamping itu, ada kebanggaan tersendiri bagi mereka para pemuda yang dulunya adalah minoritas di masyarakat Barat, namun seketika menjadi bagian dari suatu gerakan yang cukup besar dan luas jaringannya. Jaringan ini memberikan kesempatan kepada para pemuda untuk belajar Islam, mempraktekannya dan juga menjadikannya sebagai alat untuk menentang Islam yang diajarkan oleh orang tua mereka.


Ada beberapa organisasi Muslim yang banyak di minati oleh para pemuda Muslim di Inggris selain JIMAS, yaitu Hizb ut-Tahrir dan Young Muslim. Hizb ut-Tahrir bisa dibilang sebagai salah satu leading Islamic organization di UK terutama di London. Organiasi ini tidak hanya merekrut pemuda laki-laki tetapi juga perempuan. Perempuan di dorong untuk bersekolah, menentang force marriage (perkawinan paksa), aktif dalam kehidupan sosial dan politik. Keterlibatan perempuan membuat organisasi ini terkesan progressive dibandingan organisasi-organisasi Islam lain nya yang ada di UK. Selama ini, perempuan British Muslim adalah korban dari percaampuran antara agama dan budaya, banyak diantara mereka yang harus menderita ketika dikawinkan dengan seseorang yang sama sekali tidak mereka cintai (force marriage). Kawin paksa adalah budaya yang dibawah oleh first generation imigran ke Inggris dan seiring dengan berjalannya waktu dan kurangnya pengetahuan tentang Islam, budaya ini dianggap menjadi bagian dari agama. Dengan adanya organisasi-organsasi Islam yang menjanjikan untuk kembali kepada Islam yang sebenarnya tanpa ada percampuran antara budaya dan agama membuat perempuan Muslim di Inggris merasa lebih di terima dan nyaman dengan apa yang diajarkan oleh paham-paham baru ini.

Hal ini sangat kontras dengan apa yang terjadi di negara-negara Muslim seperti Saudi Arabia, dimana perempuan dianggap mati secara sosial oleh gerakan radikal seperti Salafi (Abou el fadal, 2007). Baru-baru ini masih hangat diperbincangkan kasus pada pertangahan bulan maret 2002 dimana 14 orang anak perempuan dibiarkan mati terbakar dalm gedung sekolah mereka oleh polisi syariah, karena mereka di nilai tidak berpakaian secara benar dan Islami (tidak memakai kerudung atau burka). Hal ini sangat ironis, karena di satu sisi perempuan dijadikan alat pencitraan untuk merekrut lebih banyak anggota namun disisi lain perempuan tidak memiliki makna yang cukup berarti.

-----------------

Saya akan membahas lebih lanjut tentang partisipasi perempuan dalam gerakan radikal Islam dan Pergeragakan radikal Islam di Belanda pada tulisan yang berikutnya lagi. Semoga tulisan diatas cukup bermanfaat dan tidak membingungkan orang yang membacanya. :) 

to be continued....

2 comments:

  1. siiplah, ditunggu kelanjutannya, kayanya tugasnya panjang ya mba..
    btw, jadi pengen liat bradford suatu saat..

    ReplyDelete
  2. iyaaa ni tama, jadi pusing juga hahaha...nanti lagi yaa di lanjutin yg bagian ke-3..iyaa km harus ke Bradford, pengalaman Eropa dengan nuansa yang sangat berbeda...hehehe :)

    ReplyDelete